4/16/2020

Ilmu Buhun : Masalah Hukum Air

Masalah hukum air dalam ilmu fiqih sangatlah banyak. Disini saya akan menuliskan beberapa hukum fiqih :

Pertama, Apakah boleh menggunakan air laut untuk bersuci?
Jawaban : Hukumnya adalah Makruh, jika dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif bagi pemakai.
Referensi : Kitab Bughyah karya Sayyid Abdirrohman Ba'alawi, Hal : 13 Al-Haromain yang bunyinya : Makruh menggunakan air laut bagi orang yang tinggal di darat, jika khawatir berdampak buruk pada matanya, misalnya. Meskipun hanya berdasarkan informasi satu orang yang adil.

Kedua, Air yang sudah di masak, apakah boleh digunakan untuk berwudhu atau mandi besar (junub)?
Jawaban : Hukumnya Boleh digunakan untuk berwudhu atau mandi besar (junub).
Referensi : Kitab Al-Hawi Al-Kabir Karya Imam Abi Al-Hasan Ali bin Muhammad Bin Habib Al-Mawardi Juz 1 Hal : 37, Daar Al-Fikr yang bunyinya : Imam Syafii berkata : Semua air dari perairan tawar atau asin, sumur, air hujan, embun, dan salju, baik di masak atau tidak, hukumnya sama saja. Semua dapat digunakan untuk bersuci.

Ketiga, Karena kolam jarang dipakai, akhirnya air kolam tersebut berubah warna menjadi hijau. Pertanyaannya : Apakah air tersebut tetap mensucikan?
Jawaban : Air tersebut tetap Suci dan mensucikan.
Referensi : Kitab Fathul Qorib syarah lafadz Taqrib karya syekh Ibnu Qosim Al-Ghozi Hal : 3, Toha Putra yang bunyinya : Air yang berubah sebab lama dibiarkan, maka hukumnya tetap suci dan mensucikan.

Keempat, Apakah air yang dicampur dengan Kaporit (obat penjernih air), tidak bisa digunakan untuk bersuci?
Jawaban : Kaporit (obat penjernih air) tidak mempengaruhi status air, sehingga air tersebut tetap suci dan mensucikan
Referensi : Kitab Qurrotul 'Ain Fatwa Syekh Isma'il Az-Zaini Hal : 42, Ma'had Ulum Asy-Syar'iyyah yang bunyinya : Air yang diberi obat pembersih hanyalah bertujuan membersihkan, bukan mensucikan. Syaratnya, obat tersebut bukanlah benda najis. Oleh karenanya, sah berwudhu dan bersuci dengan air tersebut, baik sebelum tercampur obat atau setelahnya.

Kelima, Kasus Kolam dengan dua warna. Pertanyaannya apakah perubahan warna dan bau sebagian kolam yang disebabkan benda najis bisa mempengaruhi kesucian seluruh kolam (kolam secara keseluruhan)?
Jawaban : Tidak bisa di hukumi Najis semuanya, karena yang dihukumi mutanajjis (terkena najis) hanya yang berubah saja.
Referensi : Kitab Kasyifatussaja syarah safinatunnaja Karya Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani Hal : 24, Al-Haromain yang bunyinya : Yang dikehendaki dengan air yang berubah ialah keseluruhan air. Jika sebagian benda najis hanya merubah sebagian air saja, sedangkan sisa air ada dua kullah, maka sisa air (yang tidak berubah) tidaklah dihukumi najis.

Keenam, Apakah air yang berubah tanpa kita ketahui penyebabnya masih bisa digunakan untuk bersuci?
Jawaban : Masih bisa, bahkan air tersebut tetap suci dan mensucikan.
Referensi : Kitab Al-Muhaddzab Fil Fiqhi Imam Syafii Karya Syekh Abi Ishaq Ibrohim Bin Ali Asy-Syaerozi Juz 1 Hal : 14, Daar Al-Fikr yang bunyinya : Seumpama menemukan air yang berubah tanpa mengetahui penyebab perubahannya, maka boleh berwudhu dengan air tersebut. Dikarenakan, bisa saja perubahan air tersebut disebabkan karena tidak terpakai dalam waktu yang lama (artinya air tersebut tetap suci dan mensucikan).

Ketujuh, Jika ada minyak yang mengambang diatas air dan merubah bau air, apakah air tersebut tetap suci mensucikan?
Jawaban : Air tersebut tetap suci mensucikan. Karena minyak tidak dapat bercampur dengan air.
Referensi : Kitab Asna Al-Matholib Syarah RouduTthoolib karya Syekh Zakariyya bin Muhammad Al-Anshori Juz 1 Hal : 18, Daar Al-Kutub Al-ilmiyyah yang bunyinya : Tidak masalah perubahan besar sebab benda yang berdampingan dengan air (tidak menyatu), seperti kayu dan minyak (meski keduanya adalah wewangian), dan juga kapur padat. Karena perubahan air dengan benda-benda tersebut disebabkan oleh aroma, dan tidak mencegah kemutlakan nama air.

Kedelapan, Apakah diperbolehkan menggunakan air musta'mal (air bekas bersuci) untuk di minum atau lainnya?
Jawaban : Boleh.
Referensi : Kitab  'Umdah Al-Mufti Wal Mustafti Karya Al-Alamah Jamaluddiin Muhammad Bin Abdurrohman Al-Ahdali Juz 1 Hal: 44, Daar Al-Minhaj yang bunyinya : Syekh Taqi Al-Diin al-Zabidi (murid Ibn al-Muqri) dalam kitab Jawahir Al-Jawahir berkata : Diperbolehkan meminum air bekas mensucikan hadas dan menggunakannya selain untuk bersuci.

Kesembilan, Air Akuarium yang keruh karena kotoran ikan, apakah dihukumi suci?
Jawaban : Hukumnya Mutanajjis (tidak suci)
Referensi : Kitab Hasyiyah Abi Al-Dhiyaa Nuruddiin bin 'Ali Asy-Syabroomalisii 'Ala Nihayah al-Muhtaaj Juz 1 Hal : 101, Daar Al-Fikr yang bunyinya : Kotoran ikan yang dipelihara didalam air bukan karena mainan hukumnya di ma'fu. Dan termasuk bermain-main adalah meletakkan ikan dalam air karena murni untuk bersenang-senang.

Kesepuluh, Apakah bangkai semut yang jatuh kembali dalam minuman saat diangkat dapat menjadikan air tersebut menjadi Najis?
Jawaban : Tidak, karena bangkai semut tetap di ma'fu meskipun jatuh berulang-ulang.
Referensi : Kitab Hasyiyah Al-Bujairomi Alal Khottib Karya Syekh Sulaiman bin Muhammad Al-Bujairomi Juz 1 Hal : 477, Daar Al-Kutub Al-ilmiyyah yang bunyinya : Di ma'fu membersihkan benda yang didalamnya terdapat bangkai hewan seperti semut dengan sejenis kain, dan jatuhnya bangkai tersebut kedalam air ketika di ambil dengan tangan atau kayu, meskipun berulang kali.

Kesebelas, Jika di sungai terdapat suatu benda najis, apakah kita harus menjauh dari benda najis tersebut ketika kita hendak berwudhu?
Jawaban : Tidak harus menjauh. Karena air yang lebih dari dua kullah tetap suci selama tidak berubah.
Referensi : Kitab Ia'natutthoolibin ala fathil Mu'iin Karya Syekh Abi Bakr Utsman bin Muhammad Asy-Syatho Juz 1 Hal : 32, Al-Haromain yang bunyinya : Tidak wajib menghindari najis yang berada di tengah air banyak saat hendak mengambil air. Diperbolehkan mengambil air dari sisi mana saja yang di inginkan, bahkan dari yang paling dekat dengan najis.

Kedua belas, Apakah ada pendapat ulama yang mengatakan bahwa air sedikit yang terkena najis tetap suci mensucikan?
Jawaban : Menurut pendapat yang dipilih Imam Ibn al-Munzir, al-Ghozali dan al-Ruyani tetap suci. Dengan syarat air tersebut tidak berubah.
Referensi : Kitab Al-Ghuror al-Bahiyyah Fi Syarah al-Bahjah al-Wardiyyah Karya Syekh Zakariyya bin Muhammad Al-Anshori Juz 1, Hal : 85, Daar Al-Kutub al-ilmiyyah yang bunyinya : Menurut satu pendapat, air banyak atau sedikit yang terkena najis tidak akan menjadi najis kecuali jika berubah. Pendapat ini diriwayatkan al-Nawawi dalam kitab Majmu' dari para sahabat dan yang lain. Pendapat tersebut dipilih Ibn al-Munzir, al-Ghozali dalam kutab Ihya, dan al-Ruyani dalam kedua kitabnya, Bahr al-Mazhab dan al-Hilyah.

Ketiga belas, Ragu ukuran dua kullah. Disaat berwudhu, kadang kita ragu apakah air sudah mencapai dua kullah atau belum. Hal ini menjadi semakin rumit jika ada sedikit najis yang jatuh ke bak mandi tersebut. Apakah air yang terkena najis seperti dalam kasus di atas dihukum suci atau mutanajjis?
Jawaban : Air tersebut dihukum suci dengan memandang hukum asal air tersebut.
Referensi: Kitab Kifayatul Akhyar Karya Imam Taqiyuddin Abi Bakr Muhammad al-Hishni Ad-Dimasyqi Juz 1, Hal : 12, Al-Harimain yang bunyinya : Jika ada Najis yang masuk ke dalam air, dan di ragukan apakah air tersebut dua kullah atau kurang, maka menurut Imam Al-Mawardi dan yang lain hukumnya najis. Karena keberadaan najis yang jelas nyata. Menurut Imam Haramain, masih ada ihtimal (kemungkinan lain). Pendapat yang benar ialah air tersebut tetap suci, karena hukum asal air itu suci. Dan najis yang terdapat pada air tidak selalu menyebabkan air menjadi najis.

Keempat belas, Apakah merendam pakaian yang terkena sedikit darah (najis yang di ma'fu) ke dalam ember dapat membuat air di dalamnya menjadi mutanajjis?
Jawaban : Benar menjadi mutanajjis, sebab ke ma'fu anna sedikit darah hanya berlaku dalam shalat saja, bukan pada air yang sedikit.
Referensi: Kitab Hasyiyah Asy-Syarbini ala Ghuroril Bahiyyah Karya Syekh Abdurrahman Asy-Syarbini Juz 1, Hal: 84, Daar Al-Kutub al-ilmiyyah yang bunyinya : Merendam pakaian yang terdapat darah yang di ma'fu dalam air sedikit dapat menyebabkan najisnya air. Karena ke ma'fu  an darah hanya berlaku di dalam shalat (hingga tidak membatalkan shalat), tidak dalam kasus air.

0 Comments:

Post a Comment