Untuk Masalah Fiqih yang keempat, blog ilmu Buhun akan menjelaskan beberapa hukum tentang Istinja, bagaimana dan seperti apa, mari kita baca secara seksama.
Pertama, Istinja Memakai Tissue. Apakah diperbolehkan istinja (cebok) memakai tissue?
Jawaban : Diperbolehkan.
Referensi: Kitab Bughyah al-Mustarsyidin Karya Sayyid Abd al-Rohman Ba'alawi Hal : 27, al-Haromain yang bunyinya: Diperbolehkan cebok dengan kertas yang tidak terdapat tulisan dzikir kepada Allah SWT, sebagaimana keterangan dalam kitab al-I'ab..
Kedua, Cara Istinja setelah makan daging Anjing. Bagi seseorang yang telah makan daging Anjing, apakah wajib membasuh pantatnya tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan debu saat beristinja?
Jawaban : Tidak wajib, cukup beristinja pada umumnya.
Referensi: Kitab Hasyiyah al-Bujairomi Karya Syekh Sulaiman al-Bujairomi Juz :1 Hal 151, Daar al-Kutub al-'ilmiyyah yang bunyinya: Jika seseorang memakan daging anjing, tidak wajib baginya mencuci pantat tujuh kali saat buang air besar, walaupun keluar dalam bentuk utuh tidak berubah. Karena pada dasarnya tugas perut adalah sebagai pencerna (merubah daging tersebut).
Ketiga, WC menghadap kiblat. Apakah hukum membuang hajat di WC yang menghadap barat (kiblat)?
Jawaban : Boleh dan tidak makruh.
Referensi: Kitab Hasyiyah 'Ianatutthoolibin 'Ala Fathil Mu'in Karya al-'Alamah Abi Bakr Al-Syatho, Juz 1 Hal 110, al-Haromain yang bunyinya: Tidak haram ataupun makruh menghadap atau membelakangi kiblat saat berada dalam tempat yang memang dipersiapkan untuk buang hajat, meskipun disana tidak terdapat penghalang apapun.
Jawaban : Boleh dan tidak makruh.
Keempat, Wajibkah kita mencegah dan mendidik anak untuk tidak kencing menghadap kiblat?
Jawaban : Wajib, karena hal itu termasuk perbuatan munkar.
Referensi: Kitab Hasyiyah al-Jamal 'Ala Syarah al-Manhaj Karya Syekh Sulaiman al-'Ajili al-Mishri, Juz :1 Hal : 136, Daar al-Kutub al-'ilmiyyah yang bunyinya: Wajib bagi orang tua melarang anak buang hajat dengan menghadap atau membelakangi kiblat, ketika kedua hal tersebut dilarang bagi orang dewasa. Bahkan selayaknya kewajiban tersebut juga berlaku bagi selain orang tua. Karena mencegah kemungkaran ketika mampu hukumnya wajib, meski pelakunya tidak berdosa (karena masih kecil dan belum terkena tuntutan hukum).
Kelima, Cara Istinja dengan batu dan Sejenisnya. Bagaimana cara beristinja menggunakan batu?
Jawaban : Cara beristinja dengan batu disyaratkan memenuhi dua hal :
Jawaban : Cara beristinja dengan batu disyaratkan memenuhi dua hal :
1) Tiga kali usapan, setiap kali usapan harus menjangkau seluruh tempat najis.
2) Kemaluan yang di usap harus bersih sampai hanya menyisakan sisa-sisa yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan air.
2) Kemaluan yang di usap harus bersih sampai hanya menyisakan sisa-sisa yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan air.
Referensi: Kitab Nihayah al-Zain 'ala syarah Qurrot al-'Ain Karya Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, Hal : 16, al-Haromain yang bunyinya: Syarat-syarat Istinja (cebok) dengan batu dari segi cara penggunaanya ada dua :
1) Tiga kali usapan, sekira pada setiap usapan merata pada tempat najis.
Keenam, Kencing dikolam Pemandian. Apa hukum kencing dikolam pemandian?
Jawaban : Makruh.
2) Dapat membersihkan tempat najis, sekira tidak tersisa kotoran kecuali yang hanya bisa hilang dengan air atau remukan tembikar.
Jawaban : Makruh.
Referensi: Kitab al-Minhajul Qowim syarah al-Muqoddimah al-Hadromiyyah, Hal : 41, Daar al-kutub al-'ilmiyyah yang bunyinya: Sunnah tidak kencing dan tidak buang air besar pada air yang diam. Kecuali jika itu adalah kolam yang sangat besar tidak ada satu orangpun yang nantinya jijik.
Ketujuh, Tangan masih bau. Apa yang harus dilakukan ketika setelah cebok tangan masih bau kotoran?
Jawaban : Tidak perlu cebok lagi dan hanya wajib membasuh tangan saja.
Referensi: Kitab Hasyiah 'Ianatutthoolibin 'alaa Halli alfaadzi Fathul Mu'in Karya al-'alamah abi bakr al-Syatho, Juz : 1 Hal : 107, al-haromain yang bunyinya: Jika seseorang mencium bau najis pada tangannya setelah cebok, tidak bisa di klaim masih ada najis tersisa pada tempat najis (kemaluan atau lubang anus), meskipun kita menghukumi najis pada tangannya. Maka cukup membasuh tangannya saja.
Kedelapan, Bersin saat BAB. Saat sedang BAB, apakah setelah bersin masih disunnahkan membaca Hamdalah?
Jawaban : Masih disunnahkan, tetapi dibaca didalam hati.
Referensi: Kitab Syarah Jalal al-diin Muhammad bin ahmad al-mahalli 'ala al-Minhaaj, Hal : 10, al-salaam yang bunyinya: Sunnah tidak mengucapkan dzikir atau lainnya saat kencing atau berak. Imam Al-Nawawi dalam kitab al-Raudhoh berkata : Makruh melakukan hal tersebut kecuali keadaan darurat. Jika dia bersin, sunnah mengucapkan hamdalah dalam hati tanpa menggerakkan lisan.
Kesembilan, Waktu do'a masuk WC. Apakah do'a masuk WC dibaca ketika berada di luar WC atau didalamnya?
Jawaban : Do'a sunnah dibaca ketika masih berada di depan WC. Jika terlanjur masuk, maka dibaca di dalam hati.
Referensi: Kitab Tuhfatul Muhtaaj Fii Syarah al-Minhaj Karya Imam Syihabuddin bin Hajar al-Haytami , Juz : 1, Hal 63, Daar al-kutub al-'ilmiyyah yang bunyinya: Sunnah membaca do'a ketika masuk WC meskipun karena kebutuhan lain saat sampai ditempat buang air atau sampai pintu WC. Meskipun tempat buang air jauh dari pintu. Jika dia lupa berdo'a hingga sampai masuk WC, maka berdo'a dalam hati.
Kesepuluh, Jawab salam ketika Buang Hajat. Apakah diwajibkan menjawab salam dalam kondisi buang hajat?
Jawaban : Tidak wajib, bahkan makruh.
Referensi: Kitab Kifayatul akhyar fii halli Ghoyatil ikhtishoor Karya Syekh Taqiyuddin al-Hishni al-Dimasyqi Juz : 1, Hal : 30, al-Haromain yang bunyinya: Sunnah tidak berbicara saat kencing dan berak. Begitu juga menjawab salam, mendo'akan orang yang bersin, dan membaca hamdalah.
Kesebelas, Melihat Kotoran saat BAB. Apa hukum melihat kotoran saat buang air besar?
Jawaban : Di sunnahkan untuk tidak melihatnya dan konon, terus menerus melihat kotoran dapat mengakibatkan menguningnya gigi.
Referensi: Kitab Hasyiyah I'anatutthoolibin 'ala Halli alfaadzi Fathil Mu'in Karya 'al-'Alamah Abi Bakr al-Syatho, Juz : 1 Hal 116, al-Haromain yang bunyinya: Sunnah untuk tidak melihat kotoran yang keluar. Kecuali jika ada kemaslahatan, seperti melihat untuk memastikan bersihnya tempat najis saat cebok dengan batu.
Kedua belas, Berkopiyah di WC. Lebih baik mana memakai kopiyah atau penutup kepala saat di WC ataukah melepasnya?
Jawaban : Di sunnahkan tetap memakai kopiyah atau penutup kepala yang lain.
Referensi: Kitab Hasyiyah I'anatutthoolibin 'ala Halli alfaadzi Fathil Mu'in Karya 'al-'Alamah Abi Bakr al-Syatho, Juz : 1 Hal 116, al-Haromain yang bunyinya: Sunnah tidak memasuki jamban dengan kondisi kepala terbuka dan tidak memakai sandal.
Ketiga belas, Sikat Gigi saat Berak. Dapatkah dibenarkan sikat gigi saat berak?
Jawaban : Hukum sikat gigi saat buang air adalah makruh.
Referensi: Kitab Hasyiyah I'anatutthoolibin 'ala Halli alfaadzi Fathil Mu'in Karya 'al-'Alamah Abi Bakr al-Syatho, Juz : 1 Hal 116, al-Haromain yang bunyinya: Disunnahkan untuk tidak siwakan atau gosok gigi dalam kondisi buang hajat, karena hal itu dapat membuat mudah lupa.
Keempat belas, Buang Air di Sawah orang. Bolehkah buang air di sawah atau di kebun orang lain?
Jawaban : Haram, kecuali ada dugaan pemilik sawah rela dengan perbuatannya.
Referensi: Kitab Hasyiyah Syarwani 'ala Tuhfatil Muhtaaj Karya Syekh abd al-hamid al-syarwani, Juz : 1 Hal 180, Daar al-Fikr yang bunyinya: Dalam kitab Qut al-Muhtaj disebutkan, wajib meyakini haramnya buang hajat ditanah orang lain yang masih diragukan pemiliknya rela.
Ketujuh, Tangan masih bau. Apa yang harus dilakukan ketika setelah cebok tangan masih bau kotoran?
Jawaban : Tidak perlu cebok lagi dan hanya wajib membasuh tangan saja.
Referensi: Kitab Hasyiah 'Ianatutthoolibin 'alaa Halli alfaadzi Fathul Mu'in Karya al-'alamah abi bakr al-Syatho, Juz : 1 Hal : 107, al-haromain yang bunyinya: Jika seseorang mencium bau najis pada tangannya setelah cebok, tidak bisa di klaim masih ada najis tersisa pada tempat najis (kemaluan atau lubang anus), meskipun kita menghukumi najis pada tangannya. Maka cukup membasuh tangannya saja.
Kedelapan, Bersin saat BAB. Saat sedang BAB, apakah setelah bersin masih disunnahkan membaca Hamdalah?
Jawaban : Masih disunnahkan, tetapi dibaca didalam hati.
Referensi: Kitab Syarah Jalal al-diin Muhammad bin ahmad al-mahalli 'ala al-Minhaaj, Hal : 10, al-salaam yang bunyinya: Sunnah tidak mengucapkan dzikir atau lainnya saat kencing atau berak. Imam Al-Nawawi dalam kitab al-Raudhoh berkata : Makruh melakukan hal tersebut kecuali keadaan darurat. Jika dia bersin, sunnah mengucapkan hamdalah dalam hati tanpa menggerakkan lisan.
Kesembilan, Waktu do'a masuk WC. Apakah do'a masuk WC dibaca ketika berada di luar WC atau didalamnya?
Jawaban : Do'a sunnah dibaca ketika masih berada di depan WC. Jika terlanjur masuk, maka dibaca di dalam hati.
Kesepuluh, Jawab salam ketika Buang Hajat. Apakah diwajibkan menjawab salam dalam kondisi buang hajat?
Jawaban : Tidak wajib, bahkan makruh.
Kesebelas, Melihat Kotoran saat BAB. Apa hukum melihat kotoran saat buang air besar?
Jawaban : Di sunnahkan untuk tidak melihatnya dan konon, terus menerus melihat kotoran dapat mengakibatkan menguningnya gigi.
Kedua belas, Berkopiyah di WC. Lebih baik mana memakai kopiyah atau penutup kepala saat di WC ataukah melepasnya?
Jawaban : Di sunnahkan tetap memakai kopiyah atau penutup kepala yang lain.
Referensi: Kitab Hasyiyah I'anatutthoolibin 'ala Halli alfaadzi Fathil Mu'in Karya 'al-'Alamah Abi Bakr al-Syatho, Juz : 1 Hal 116, al-Haromain yang bunyinya: Sunnah tidak memasuki jamban dengan kondisi kepala terbuka dan tidak memakai sandal.
Ketiga belas, Sikat Gigi saat Berak. Dapatkah dibenarkan sikat gigi saat berak?
Jawaban : Hukum sikat gigi saat buang air adalah makruh.
Referensi: Kitab Hasyiyah I'anatutthoolibin 'ala Halli alfaadzi Fathil Mu'in Karya 'al-'Alamah Abi Bakr al-Syatho, Juz : 1 Hal 116, al-Haromain yang bunyinya: Disunnahkan untuk tidak siwakan atau gosok gigi dalam kondisi buang hajat, karena hal itu dapat membuat mudah lupa.
Keempat belas, Buang Air di Sawah orang. Bolehkah buang air di sawah atau di kebun orang lain?
Jawaban : Haram, kecuali ada dugaan pemilik sawah rela dengan perbuatannya.
Referensi: Kitab Hasyiyah Syarwani 'ala Tuhfatil Muhtaaj Karya Syekh abd al-hamid al-syarwani, Juz : 1 Hal 180, Daar al-Fikr yang bunyinya: Dalam kitab Qut al-Muhtaj disebutkan, wajib meyakini haramnya buang hajat ditanah orang lain yang masih diragukan pemiliknya rela.
0 Comments:
Post a Comment