4/20/2020

Ilmu Buhun : Masalah Tayamum

Baiklah ilmu buhun sekarang mau mencoba menjelaskan masalah-masalah tayamum, mari kita simak:

Pertama, Niat Tayamum Saja. Cukupkah niat tayamum tanpa menambah lafadz Listibaahatissholaati?
Jawaban: Tidak cukup.
Referensi: al-Majmu' Syarah al-Muhadzab Karya Imam Abi zakariya Muhyidin al-Nawawi Juz 3, Hal:224, Daar Al-Kutub al-ilmiyyah yang bunyinya: Imam Al-Mawardi berkata: Seseorang yang niat tayamum saja atau bersuci saja, maka tayamum tidak sah, telah berlalu keterangan dari Qodi Abi al-Toyyib bahwa seseorang yang bertayamum dengan niat bersuci dari hadas hukumnya tidak sah.

Kedua, Mengusap Wajah dua kali  dengan debu yang sama. Ketika usapan debu pertama pada wajah belum merata, bolehkah seseorang kembali mengusap wajahnya dengan debu di tangan usapan pertama?
Jawaban: Boleh.
Referensi: Kasyifah al-Saja Syarah Safinah al-Naja karya syekh Muhammad Nawawi al-bantani Hal:39, al-Haromain yang bunyinya: Jika orang yang tayamum mengangkat salah satu tangannya dari yang lain sebelum debu merata, kemudian dia ingin meletakkan tangannya kembali untuk meratakan bagian yang belum terusap, maka diperbolehkan menurut qoul ashoh. Karena debu musta'mal adalah debu yang menempel pada bagian yang telah di usap.

Ketiga, Tayamum orang yang berkeringat. Apakah sah tayamum orang yang kedua tangannya selalu lembab karena keringat?
Jawaban: Sah. Karena sulitnya menghilangkan keringat.
Referensi: Ghoyatu talkshow al-murod min fatawi ibn Ziyad lissayyid abd al-Rohman ba'alawi, Hal: 84, al-Haromain yang bunyinya: Sah tayamum bagi orang yang berkucuran air mata dan sulit dibendung, meski air tersebut bercampur dengan debu sehingga menjadi tanah liat. Karena kesulitan mengharuskan adanya kemurahan. Bahkan menurutku, Tayamum juga sah bagi orang yang diberi cobaan mengeluarkan banyak keringat pada tubuhnya.

Keempat, Debu bekas mengusap wajah.  Setelah mengusap wajah dan hendak mengusap kedua tangan, Apakah debu sisa ditangan harus dihilangkan dahulu?
Jawaban: Harus dibersihkan. Karena debu tersebut dihukumi musta'mal.
Referensi: Kasyifah al-saja fii Syarah safinah al-naja Karya Syekh Muhammad Nawawi al-bantani, Hal: 39, al-Haromain yang bunyinya: Debu yang masih tertempel pada telapak tangan tidak lah musta'mal, jika dinisbatkan pada anggota tubuh yang telah di usapnya. Artinya, jika seseorang lupa mengusap sebagian anggota tayamum, dia diperbolehkan menyempurnakan usapannya dengan sisa debu pada telapak tangan. Jika dinisbatkan kepada selain anggota tayamum yang diusap, seperti anggota tayamum yang lain atau bagian telapak tangan, maka tidak diperbolehkan menggunakan sisa debu tersebut. Karena hadas pada telapak tangan hilang dengan debu tersebut, sehingga statusnya musta'mal.

Kelima, Bersihkan debu bekas Tayamum. Apa hukum membersihkan debu diwajah dan tangan setelah tayamum selesai?
Jawaban: Hukumnya Makruh.
Referensi: Kasyifah al-saja fii Syarah safinah al-naja Karya Syekh Muhammad Nawawi al-bantani, Hal: 41, al-Haromain  yang bunyinya: Mengibaskan kedua tangan setelah tayamum hukumnya Makruh. Karena sunnah membiarkan debu hingga shalat selesai. Sebab debu tersebut adalah bekas ibadah.

Keenam, Waktu Tayamum untuk shalat Qodho. Sebagian syarat tayamum ialah dilakukan setelah masuknya waktu. Lalu kapan waktu tayamum untuk shalat Qodho?
Jawaban: Waktunya adalah ketika hendak mengerjakan shalat Qodho.
Referensi: Syarah yaqut al-nafis karya syekh Muhammad bin ahmad bin Umar al-Syatiri, Hal 108, Daar al-Minhaj yang bunyinya: Tayamum harus dilakukan setelah masuknya waktu shalat, karena tayamum adalah sesuci darurat. Ketika shalat yang dikerjakan adalah shalat Qodho, maka boleh tayamum setiap waktu.

Ketujuh, Debu tidak sampai pada bawah kuku. Apakah saat tayamum debu harus sampai di bawah kuku seperti halnya dalam Wudhu?
Jawaban: Menurut sebagian pendapat, tidak wajib.
Referensi: Hasyiyah Jamal Ala Syarah al-Minhaj Karya Syekh Sulaiman bin Umar al-'ajili, Juz 1, Hal 344, Daar Al-Kutub al-ilmiyyah yang bunyinya: Apakah wajib menghilangkan sesuatu yang dapat menghalangi debu sampai ke bawah kuku atau tidak? Al-Ziyad tegas memilih berpendapat wajib. Al-qulyubi dalam Syarah al-mahalli mengatakan, tidak wajib mengusap debu sampai ke bawah kuku seperti pendapat yang menjadi rujukan guru kami.

Kedelapan. Tayamum karena antrian panjang. Apakah boleh tayamum karena panjangnya antrean untuk mendapatkan air, sedangkan waktu shalat hampir habis?
Jawaban: Diperbolehkan.
Referensi: Hasyiyah Qulyubi ala Syarah Jalaluddin Muhammad bin ahmad al-Mahalli, Juz:1, Hal 90, al-Haromain yang bunyinya: Sama seperti tidak adanya air, saat penumpang kapal khawatir tenggelam jika ia mengambil air. Juga saat mengantri air dan meyakini bahwa gilirannya tidak akan tiba kecuali setelah waktu shalat habis.

Kesembilan. Memvonis Sendiri Udzur Tayammum. Bolehkah mengira-ngira sendiri bahwa penyakit yang dialami membahayakan (sehingga boleh tayammum) dengan berbekal pengalaman saja (tajribah)?
Jawaban: Boleh menurut Imam al-Baghowi, jika memang sudah tidak ada dokter.
Referensi: Hasyiyah al-Jamal 'Alaa Syarah al-Minhaj Karya Syekh Sulaiman bin Umar al-'Ajili, Juz 1, Hal : 326, Daar al-Kutub al-ilmiyyah yang bunyinya: Orang yang tidak tahu ilmu kesehatan, tidak ada dokter, dan khawatir hal yang tidak diinginkan, menurut Abu 'Ali al-Sijni tidak diperbolehkan tayammum. Berbeda dengan fatwa al-Baghowi bahwa boleh tayammum dan melakukan shalat kemudian mengulangi shalat, ketika dia menemukan orang ahli yang memberi kabar boleh tidaknya tayammum.

Kesepuluh. Waktu Niat Tayammum. Sebenarnya kapan niat tayammum wajib dilakukan?
Jawaban: Ketika menempelkan tangan pada debu sebelum mengangkat tangan.
Referensi: Kifayatul Akhyar Fii Halli Ghoyatil ikhtisor Karya Imam Taqiyuddin al-Hishni, Juz 1, Hal : 57, al-Haromain yang bunyinya: Niat tidak boleh diakhirkan dari hal awal hal wajib. Permulaan kewajiban tayammum adalah menempelkan telapak tangan pada debu. Maka wajib niat tayammum sebelum mengangkat telapak tangan.

Kesebelas. Tayammum karena Dingin. Bolehkah seseorang bertayammum karena cuaca sangat dingin?
Jawaban: Tidak boleh selama air tidak membahayakan tubuh.
Referensi: Kifayatul Akhyar Fii Halli Ghoyatil ikhtisor Karya Imam Taqiyuddin al-Hishni, Juz 1, Hal : 52, al-Haromain yang bunyinya: Seseorang yang memiliki penyakit yang jika terkena air tidak dikhawatirkan berdampak buruk pada jangka panjang, tidak diperbolehkan tayammum. Walaupun rasa sakit seketika muncul. Seperti halnya karena luka, rasa dingin atau panas.

0 Comments:

Post a Comment